Sabtu, 16 Februari 2019

[CERPEN] I'M GIVE UP, JASMINE!

"Saya terima nikahnya Ananda Anindiya binti Aryono Ahmad dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Hari ini datang juga.... Di saat Singgasana Arsy pun ikut berguncang mendengar lafal yang kuucapkan yang tidak sampai 30 detik ini.

Janji suci di antara kami sudah dipegang oleh Sang Penguasa Singgasana Arsy. Masya Allah.

Nanda, dia... istriku yang dulu tidak sengaja kutumpahkan tehnya dan membasahi dokumen-dokumennya.

"Maaf, Nan, maaf,"

"Gimana sih, kamu ngelamunin siapa? Ngelamunin aku?" kesalnya padaku tapi masih bisa bercanda. 

Kami bekerja satu instansi.

"Maaf, Nan,"

"Maaf doang, terus kertasnya bisa kering?"

Kukira saat itu dia benar-benar marah. Aku sudah merasa sangat bersalah.

"Hahaha. Serius amat sih!" serunya.

Aku terkejut. Lho ngga jadi marah.

"Kamu ngga marah?"

"Marah lah! Hahaha." jawabnya sambil membuang tissu bekas mengeringkan meja.

"Kok malah cengengesan, tapi syukurlah aku ngga jadi jantungan," 

"Kamu bisa ngga sih, santai gitu raut wajahnya, serius terus, aku ngga bisa bedain kamu lagi serius atau melucu,"

"Kamu cantik," godaku bermaksud menguji nalurinya apakah aku bercanda atau serius.

"Kamu orang pertama kali yang mengatakan itu." ujar wanita berpenampilan sederhana tapi aku tahu dia cerdas.

Dia memakai kacamata ala Nissa Sabyan dan pasminah ditata simple. Dia juga tidak pernah memakai make-up berlebihan, hanya sebatas perona bibir warna peach

Kini wanita berbalut long kebaya putih dan span batik bagaikan putri khayangan turun dari langit untuk bersanding denganku. Nanda menyembunyikan kecantikannya untukku... suaminya.

Nanda juga berkenan resign dari pekerjaan, karena tidak diperkenankan pasangan menikah dalam satu instansi ini. Itu demi aku, demi menjadi istriku!

Tuhan menunjukkan di mana berlian dalam lautan. Itulah Nanda.

Aku sudah jauh-jauh hari berjuang untuk masuk ke perusahaan ini, adalah jalan Tuhan untuk menjemput Nanda!

Aku tidak tahu jadinya jika aku tetap menikah dengan Jasmine, yang hanya membuka pintu hatiku, tidak pernah masuk. Tidak pernah bisa masuk. Karena Tuhan sudah menyodorkan hak veto pada Nanda untuk tinggal di hatiku.

(sumber gambar:https://www.pexels.com/search/love/)

***

Kusibukkan hari-hariku dengan bekerja. Dinas ke luar kota, luar pulau, justru kesempatan itu yang kusuka. Pergi keluar Jakarta, setidaknya menumpuk memori 'penolakan' yang sering terlintas dalam benak.


Ingin kembali ke kampung halaman, Tulungagung, Jawa Timur, tapi perjalanan tes masuk ke instansi BUMN ini tidak mudah. Semudah itukah kulepaskan hanya patah hati. Pengecut kan.... Aku tidak mau.

Bahkan aku harus bolos kuliah untuk ikut tes.
Masa depanku kurengkuh pelan-pelan, demi dia.

Tuhan punya rencana lain. Dia bukan yang terbaik meski kukira yang terbaik.

"Kak Iqbal maaf, aku juga udah keterima beasiswa di Belanda, aku juga mau magang di salah satu perusahaan di sana, Kak." ungkapnya meluluhlantakkan hatiku.

Cinta pertamaku semburat bersama debu tertiup angin......

***

Kepada: Jasmine Aliyah Az-Zahra
Dari Iqbal (tapi bukan yang di TV),


Kamu perlu tahu kenapa aku pilih menulis surat, bukan mengetik pesan via gadget seperti mengikuti zaman. Maaf, perasaanku tidak mengikuti zaman, tulisan yang sungguh-sungguh aku tulis ini adalah bentuk keseriusanku, Jasmine.... (Bergetar tanganku saat menulis namamu. Mungkin kalau pake gadget, aku bakal pilih emoticon kepala pusing, kamu ngga akan bisa merasakan bahwa saat aku menulis ini seisi hatiku berburu menumpahkan semuanya).

Sejak pertama kali bertemu denganmu, hatiku sudah bergetar. Tapi, aku hajar perasaan itu. Pingsan. Setelah tersadar, perasaan itu muncul lagi, aku hajar lagi. Pingsan. Bangun. Pingsan. Bangun. Pada awalnya, kekuatan dan pertahananku sangat kokoh. Tapi, benteng pun bisa hancur karena serangan gerilya bertubi-tubi.

Aku jatuh cinta, apa yang ada pada kamu semuanya. Cantik paras itu bergelimangan di bumi, tapi cantik hati adalah karunia Tuhan. Aku tidak bisa tidak memperhatikanmu sejak kamu masih semester 1. Akhlakmu adalah sosok calon pasangan yang kudamba. Maaf, Jasmine, aku mencintaimu. 

Setelah wisuda, jika kau menerimaku, aku akan melamarmu. Aku sudah mempertimbangkan ini sebelum menulis ini, aku sudah mencari pekerjaan dan diterima. 

Kutunggu jawabannya 2 minggu lagi.

***

Hatiku sudah kutata sedemikian rupa. Pintu depan sudah terkunci dengan gembok emas '200 karat'. Tidak mungkin ada yang bisa membukanya selain empunya kunci emas yang sama, 200 karat.

Aku susah berjanji pada ayah-ibu yang memberikanku restu untuk menuntut ilmu di Jakarta. Jangan terlena gempita metropolitan, seperti gaya hidup dan wanita, tujuanku ke ibukota negeri, hanya demi menuntut ilmu.
Janjiku tetap kukuh, teguh, tangguh, tiada yang bisa menggoyahkan gembok emas 200 karat.

Sebelum kehadiran perempuan yang hanya ada dalam gambaran tanganku menjadi nyata.

"Apa-apaan ini?" pikirku.

Aku melihat mahasiswi baru, bernama Jasmine, perempuan berhijab -- keturunan Uzbekistan -- bermata bulat dan berhidung mancung.

"Namanya siapa, Kak?" tanyanya sambil membawa bolpen dan buku biodata panitia OSPEK yang harus diisi lengkap.

"Iqbal,"

"Iqbal, Kak?"

"Iya,"

Dia tersenyum sambil menulis namaku di buku panitia. Aku berusaha tetap angkuh dan agak garang sebagai Komisi Disiplin, padahal hatiku lembut kok.... 

"Kenapa kamu senyum-senyum?"

"Maaf, ngga papa, Kak," jawabnya sedikit takut, kukira.

Ternyata....

"Aku suka Iqbal tapi yang di TV, Kak," sambungnya polos.

Aku agak kecele. Sepersekian detik, aku sempat besar kepala. GR.

"Nomer telponnya berapa?" Pertanyaan terakhirnya.

"081...."

Dia menulis.

"234...."

Dia menulis.

"567...."

"Kok urut, Kak? Bercanda nih,"

"Kamu jadi mau isi telpon ngga?" kataku sok cool.

"Jadi,"

"Ya udah, tinggal tulis, 8, semb--"

"Sembilan, sepuluh." sambungnya sambil tersenyum lagi. 

Eh, eh, eh ini anak berani menantang Komisi Disiplin yaaaa. Kok ngga takut ya. Apakah faktor nama idola dia sama dengan namaku.... Astaghfirulloh, pertemuan pertama sudah bikin hati bergejolak.

Jasmine adik kelas, setahun di bawahku.

Semester 3, kondisi hati aman terkendali.
Semester 4, kondisi hati juga masih aman.
Semester 5, kondisi hati agak goyah.
Semester 6, goyah.
Semester 7, gempa.
Semester 8, akhirnya kutahu, dia pemilik kunci gembok '200 karat' yang susah ditemukan itu.

I'm give up, Jasmine.

###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar